Selasa, 02 Agustus 2011
Selasa, 26 Juli 2011
Rabu, 13 Juli 2011
02.08
No comments
Ramadhan adalah bulan yang paling dirindu kedatangannya oleh seluruh kaum muslimin. Betapa tidak? Pada bulan Ramadhan segala amal ibadah mendapat ganjaran yang berlipat-lipat ganda dan hanya pada bulan Ramadhan sajalah kita dapat menemui malam yang lebih baik dari seribu bulan, yang apabila seseorang melakukan amal shalih karena Allah ta’ala semata pada saat itu, maka pahala yang didapatnya itu lebih baik dari usaha yang dilakukannya selama seribu bulan. Maka sudah sepantasnya, banyak kaum muslimin yang semakin besar semangatnya untuk beramal shalih pada bulan ini.
Kaum wanita pun tidak kalah semangat untuk menabung pahala, akan tetapi kaum wanita memiliki fitrah yang tidak dapat dielakkan, namun memerlukan perhatian khusus. Dan tidak sedikit kaum wanita yang masih bingung ketika dihadapkan dengan masalah-masalah kewanitaan, khususnya pada bulan Ramadhan seperti sekarang ini. Berikut beberapa masalah yang sering ditemui oleh wanita berikut solusinya.
Masalah 1:
Wanita Memiliki Utang Puasa, Tetapi Belum Mengqadhanya Hingga Datang Ramadhan Berikutnya
Dalam hal ini, terdapat tiga kemungkinan, yaitu:
Pertama: Keadaan wanita tersebut tidak memungkinkan untuk segera mengqadha puasanya pada Ramadhan yang lalu hingga datang Ramadhan berikutnya, misal: karena alasan sakit.
Dalam masalah ini, terdapat dua kondisi, yaitu:
Kondisi 1: Apabila wanita tersebut meninggalkan kewajiban puasa dan menunda qadha puasanya karena ketidak mampuannya, maka wajib baginya untuk mengqadha hari-hari yang ditinggalkannya itu saat dia telah memiliki kemampuan untuk mengqadhanya. Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala yang artinya,
“Dan barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain.” (Qs. Al-Baqarah: 185)
Kondisi 2: Apabila ketidak mampuan wanita tersebut untuk melaksanakan puasa bersifat permanen, yakni tidak bisa hilang (sembuh) menurut keterangan ahli medis dan dikhawatirkan bahwa puasanya itu akan membahayakan dirinya, maka wanita tersebut harus memberi makan orang miskin sebanyak hari yang ditinggalkannya itu sebanyak setengah sha’ (sekitar 1,5 kg) makanan pokok di daerahnya. Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala yang artinya,
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.” (Qs. Al-Baqarah: 184)
Ketentuan ini juga berlaku bagi wanita yang meninggal karena sakit, sementara dirinya masih memiliki tanggungan puasa Ramadhan. Maka keluarganya hanya diwajibkan untuk mengeluarkan fidyah sebanyak hari yang ditinggalkan oleh wanita tersebut. [Lihat penjelasan Ibnu Qayyim dalam kitab I'laamul Muwaqqi'iin (III/554) dan tambahan keterangannya di Tahdziibus Sunnan Abi Dawud (III/279-282)]
Kedua: Wanita tersebut dengan sengaja mengulur-ulur waktu untuk mengqadha utang puasanya hingga datang Ramadhan berikutnya.
Dalam masalah kedua ini, wanita tersebut harus bertaubat kepada Allah ta’ala dikarenakan kelalaiannya atas suatu ketetapan Allah. Selain itu, dia juga harus bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut. Karena menunda-nunda pelaksanaan qadha tanpa ada udzur syar’i adalah suatu maksiat, maka bertaubat kepada Allah merupakan suatu kewajiban. Kemudian, wanita tersebut harus segera mengqadha puasanya setelah bulan Ramadhan berikutnya. Allah ta’ala berfirman yang artinya,
“Bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu…” (Qs. Ali ‘Imran: 133)
Ketiga: Wanita tersebut tidak mengetahui kewajiban melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan, karena minimnya ilmu agama, dan atau tidak mengetahui secara pasti jumlah hari yang ditinggalkannya selama bulan Ramadhan yang lalu.
Dalam masalah ketiga, seorang wanita dinyatakan mukallaf (terkena beban ketentuan syari’at) dengan beberapa syarat, yaitu: (1) beragama Islam, (2) berakal, (3) telah baligh. Dan balighnya seorang wanita ditandai dengan datangnya haidh, tumbuhnya bulu di daerah sekitar kemaluan, keluarnya mani, atau telah memasuki usia 15 tahun. Apabila syarat-syarat tersebut telah terpenuhi, maka kewajiban untuk melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan telah jatuh kepadanya, dan dia juga berkewajiban untuk melaksanakan qadha puasa sejumlah hari yang ditinggalkannya.
Namun, apabila wanita tersebut tidak mengetahui hukum-hukum yang ditetapkan oleh syari’at -bukan karena dia tidak ingin atau malas mencari tahu, akan tetapi karena sebab lain yang sifatnya alami, misal karena dia tinggal di daerah pedalaman yang jauh dari para ahli ilmu- maka tidak ada dosa baginya meninggalkan puasa pada tahun-tahun dimana dia masih dalam keadaan jahil (tidak tahu) terhadap ketentuan syari’at. Kemudian, apabila dia telah mengetahuinya, maka wajib baginya untuk melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan, dan hendaknya dia mengqadha puasa yang ditinggalkannya sewaktu dia masih dalam keadaan tidak tahu, agar dapat terlepas dari dosanya. [Lihat Fataawa Nur 'ala ad-Darb, Syaikh Utsaimin, hal. 65-66 dan Fatwa-Fatwa Tentang Wanita (I/227-228)]
Adapun apabila wanita tersebut ragu akan jumlah hari yang ditinggalkannya, maka dia dapat memperkirakannya, karena Allah ta’ala tidak membebani seseorang diluar kesanggupannya. Allah berfirman yang artinya,
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Qs. Al-Baqarah: 286)
Dan firman Allah yang artinya,
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu,” (Qs. At-Taghaabun: 16)
Catatan:
Mengqadha puasa tidak wajib dilakukan secara berturut-turut dan tidak mengapa apabila seorang wanita tidak langsung mengqadha puasanya setelah bulan Ramadhan berakhir. Namun, hendaklah dia melakukannya apabila tidak ada udzur yang menghalanginya. Wallahu a’lam.
***
artikel muslimah.or.id
Penyusun: Ummu Sufyan Rahmawaty Woly bintu Muhammad
Murajaa: Ust Muhammad Abduh Tausikal
Maraji’:
Kaum wanita pun tidak kalah semangat untuk menabung pahala, akan tetapi kaum wanita memiliki fitrah yang tidak dapat dielakkan, namun memerlukan perhatian khusus. Dan tidak sedikit kaum wanita yang masih bingung ketika dihadapkan dengan masalah-masalah kewanitaan, khususnya pada bulan Ramadhan seperti sekarang ini. Berikut beberapa masalah yang sering ditemui oleh wanita berikut solusinya.
Masalah 1:
Wanita Memiliki Utang Puasa, Tetapi Belum Mengqadhanya Hingga Datang Ramadhan Berikutnya
Dalam hal ini, terdapat tiga kemungkinan, yaitu:
Pertama: Keadaan wanita tersebut tidak memungkinkan untuk segera mengqadha puasanya pada Ramadhan yang lalu hingga datang Ramadhan berikutnya, misal: karena alasan sakit.
Dalam masalah ini, terdapat dua kondisi, yaitu:
Kondisi 1: Apabila wanita tersebut meninggalkan kewajiban puasa dan menunda qadha puasanya karena ketidak mampuannya, maka wajib baginya untuk mengqadha hari-hari yang ditinggalkannya itu saat dia telah memiliki kemampuan untuk mengqadhanya. Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala yang artinya,
“Dan barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain.” (Qs. Al-Baqarah: 185)
Kondisi 2: Apabila ketidak mampuan wanita tersebut untuk melaksanakan puasa bersifat permanen, yakni tidak bisa hilang (sembuh) menurut keterangan ahli medis dan dikhawatirkan bahwa puasanya itu akan membahayakan dirinya, maka wanita tersebut harus memberi makan orang miskin sebanyak hari yang ditinggalkannya itu sebanyak setengah sha’ (sekitar 1,5 kg) makanan pokok di daerahnya. Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala yang artinya,
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.” (Qs. Al-Baqarah: 184)
Ketentuan ini juga berlaku bagi wanita yang meninggal karena sakit, sementara dirinya masih memiliki tanggungan puasa Ramadhan. Maka keluarganya hanya diwajibkan untuk mengeluarkan fidyah sebanyak hari yang ditinggalkan oleh wanita tersebut. [Lihat penjelasan Ibnu Qayyim dalam kitab I'laamul Muwaqqi'iin (III/554) dan tambahan keterangannya di Tahdziibus Sunnan Abi Dawud (III/279-282)]
Kedua: Wanita tersebut dengan sengaja mengulur-ulur waktu untuk mengqadha utang puasanya hingga datang Ramadhan berikutnya.
Dalam masalah kedua ini, wanita tersebut harus bertaubat kepada Allah ta’ala dikarenakan kelalaiannya atas suatu ketetapan Allah. Selain itu, dia juga harus bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut. Karena menunda-nunda pelaksanaan qadha tanpa ada udzur syar’i adalah suatu maksiat, maka bertaubat kepada Allah merupakan suatu kewajiban. Kemudian, wanita tersebut harus segera mengqadha puasanya setelah bulan Ramadhan berikutnya. Allah ta’ala berfirman yang artinya,
“Bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu…” (Qs. Ali ‘Imran: 133)
Ketiga: Wanita tersebut tidak mengetahui kewajiban melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan, karena minimnya ilmu agama, dan atau tidak mengetahui secara pasti jumlah hari yang ditinggalkannya selama bulan Ramadhan yang lalu.
Dalam masalah ketiga, seorang wanita dinyatakan mukallaf (terkena beban ketentuan syari’at) dengan beberapa syarat, yaitu: (1) beragama Islam, (2) berakal, (3) telah baligh. Dan balighnya seorang wanita ditandai dengan datangnya haidh, tumbuhnya bulu di daerah sekitar kemaluan, keluarnya mani, atau telah memasuki usia 15 tahun. Apabila syarat-syarat tersebut telah terpenuhi, maka kewajiban untuk melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan telah jatuh kepadanya, dan dia juga berkewajiban untuk melaksanakan qadha puasa sejumlah hari yang ditinggalkannya.
Namun, apabila wanita tersebut tidak mengetahui hukum-hukum yang ditetapkan oleh syari’at -bukan karena dia tidak ingin atau malas mencari tahu, akan tetapi karena sebab lain yang sifatnya alami, misal karena dia tinggal di daerah pedalaman yang jauh dari para ahli ilmu- maka tidak ada dosa baginya meninggalkan puasa pada tahun-tahun dimana dia masih dalam keadaan jahil (tidak tahu) terhadap ketentuan syari’at. Kemudian, apabila dia telah mengetahuinya, maka wajib baginya untuk melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan, dan hendaknya dia mengqadha puasa yang ditinggalkannya sewaktu dia masih dalam keadaan tidak tahu, agar dapat terlepas dari dosanya. [Lihat Fataawa Nur 'ala ad-Darb, Syaikh Utsaimin, hal. 65-66 dan Fatwa-Fatwa Tentang Wanita (I/227-228)]
Adapun apabila wanita tersebut ragu akan jumlah hari yang ditinggalkannya, maka dia dapat memperkirakannya, karena Allah ta’ala tidak membebani seseorang diluar kesanggupannya. Allah berfirman yang artinya,
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Qs. Al-Baqarah: 286)
Dan firman Allah yang artinya,
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu,” (Qs. At-Taghaabun: 16)
Catatan:
Mengqadha puasa tidak wajib dilakukan secara berturut-turut dan tidak mengapa apabila seorang wanita tidak langsung mengqadha puasanya setelah bulan Ramadhan berakhir. Namun, hendaklah dia melakukannya apabila tidak ada udzur yang menghalanginya. Wallahu a’lam.
***
artikel muslimah.or.id
Penyusun: Ummu Sufyan Rahmawaty Woly bintu Muhammad
Murajaa: Ust Muhammad Abduh Tausikal
Maraji’:
- Al-Adzkar an-Nawawi, Imam an-Nawawi; takhrij, tahqiq dan ta’liq oleh Syaikh Amir bin Ali Yasin, cet. Daar Ibn Khuzaimah
- Ahkaamul Janaaiz wa Bida’uha, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, cet. Maktabah al-Ma’arif
- Ensiklopedi Adab Islam Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah, ‘Abdul ‘Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, cet. Pustaka Imam asy-Syafi’i
- Ensiklopedi Fiqh Wanita, Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, cet. Pustaka Ibnu Katsir
- Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Lajnah ad-Daimah lil Ifta’, cet. Darul Haq
- Meneladani Shaum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali dan Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali al-Halabi al-Atsari, cet. Pustaka Imam asy-Syafi’i
- Syarah Riyadhush Shalihin, Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, cet. Pustaka Imam asy-Syafi’i
- Tamamul Minnah fii Ta’liq ‘ala Fiqhis Sunnah, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, cet. Daar ar-Raayah
- Tiga Hukum Perempuan Haidh dan Junub, Abdul Hakim bin Amir Abdat, cet. Darul Qolam
Sumber : http://muslimah.or.id/
Minggu, 05 Juni 2011
Kamis, 28 April 2011
01.26
No comments
Alhamdulillah, Shalawat dan Salam atas Rasulullah ShallaLlaahu `Alaihi Wasallaam, adapun setelah itu:
Risalah ringkas ini ditujukan kepada Ukhti Muslimah, berkenaan dengan masalah Hijab dan masalah membiarkan aurat tanpa hijab. Tidak tersembunyi bagi siapapun bahwa di banyak negara-negara Muslim, ramai kalangan wanita yang bertabarruj (berhias di luar kemestian), dan ketiadaannya komitmen mereka terhadap hijab. Tidak diragukan lagi bahawa ini merupakan satu kemunkaran yang besar, yang merupakan sumber datangnya malapetaka dan bencana. Dalam risalah ringkas ini, terdapat penjelasan mengenai wajibnya hijab, keutamaan dan syarat-syaratnya. Di dalamnya pula terhadap peringatan bagi orang-orang yang bertabarruj dan hukumannya, kita memohon kesejahteraan kepada Allah, mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi saudari-saudari kita kaum Muslimah, sesungguhnya Dia Maha berkuasa dan Maha menentukan.
Hijab adalah Ibadah, bukan adat
Saudari muslimah: sesungguhnya para penyeru kepada kesesatan dan berbuat kerosakan sentiasa berusaha berterusan untuk mengoyakkan hijab dan menyangka bahawa Hijab ialah penyebab keterbelakangan wanita, hijab pula membatasi dan memperkosa kebebasan wanita. Lalu para penyeru itu memotivasi kaum Muslimah untuk menanggalkan hijab mereka, untuk kemudian bertabarruj dan memamerkan aurat, mereka berusaha untuk meniadakan syariat hijab, mereka menyebut usaha ini sebagai pembebasan dan kemajuan bagi wanita. Mereka pada hakikatnya tidak menghendaki kebaikan terhadap diri wanita Muslimah sebagaimana yang mereka nyatakan.Dengan klaim seperti itu, sebenarnya mereka tidak menghendaki lain selain kehancuran harga diri dan kehidupan wanita. Maka berwaspadalah wahai saudari Muslimah. Jadilah kalian sebagai orang-orang yang mulia dengan dien (agama) kalian, dengan tetap teguh mengenakan hijab-hijab kalian. Kuatkanlah keyakinan kalian bahwa Hijab adalah merupakan syariat Islam. Dan diatas segala-galanya, bahwa mengenakan hijab adalah merupakan Ibadah kepada Allah, dalam menta?ati Allah dan Rasul-Nya Shallallaahu ?Alaihi Wa-Sallam. Hijab bukanlah merupakan adat kebiasaan, ketika dia suka dikenakan ketika tidak hendak dia tanggalkan. Hijab adalah harga diri dan kemuliaan.
Saudari Muslimah, sesungguhnya Allah Ta?ala, ketika memerintah kalian mengenakan hijab, tidak lain sesungguhnya Allah berkehendak untuk menjaga kesucian kalian.Menjaga tubuh kalian dan seluruh anggota badan kalian, agar tidak ada orang yang menyakiti kalian dengan perbuatan yang tak senonoh dan ucapan-ucapan murahan. Dengan hijab pula Allah hendak meninggikan kalian. Maka hijab adalah kehormatan dan kemuliaan bagi kalian, bukan merupakan pengungkungan terhadap kalian. Ini merupakan sesuatu yang indah dan kesempurnaan bagi kalian. Dan ianya merupakan bukti yang nyata akan iman kalian, sekaligus menjadi ukuran sejauh mana adab dan akhlak kalian. Dan ini pula merupakan pembeda antara kalian dengan orang-orang yang telah hilang harga diri dan kehormatannya.
Maka janganlah sekali-kalian menyepelekan masalah ini apalagi mengingkari kewajiban berhijab. Karena sesungguhnya-demi Allah- tidaklah seorang wanita menganggap sepele masalah hijab atau mengingkarinya, kecuali pastilah ia terancam oleh kemurkaan Allah dan siksa-Nya. Dan tidaklah seorang muslimah menjaga hijabnya kecuali bertambahlah keridhaan dan kedekatan Allah kepadanya, bertambah pulalah kehormatannya.)
Syarat-syarat Hijab Syar'i
Sesungguhnya Hijab syar'I bagi wanita Muslimah wajib tebal dan tidak nipis, tidak boleh hijab itu bercorak warna-warni yang mencolok mata. Hijab pula tidak boleh sempit (ketat). Tidak boleh pula berhijab disertai parfum dan menawan, kerana Nabi Shallallaahu alaihi wa-sallam mengharamkan wanita yang mengenakan parfum dan keluar menuju satu tempat yang didalamnya terdapat ajnabi (lelaki yang bukan mahram).Baginda Rasulullah ShallaLlaahu Alaihi Wa-Sallam bersabda: Sesiapa dari kalangan wanita yang mengenakan wewangian lantas ia melalui suatu kaum sehingga kaum itu mencium wanginya, maka si wanita itu adalah (dianggap) penzina. Hijab Muslimah tidak boleh pula menyerupai pakaian lelaki. Diwajibkan pula hijab ini menutupi seluruh anggota badan yang dapat membuat fitnah
Sungguh terdapat banyak nash (dalil) dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah yang menunjukkan kewajiban wanita untuk menutupi seluruh anggota badannya, kerana wanita itu, seluruh tubuhnya adalah aurat, tidak dibenarkan lelaki yang bukan mahram melihat sesuatu apapun dari dirinya. Diantara dalilnya ialah: "Hendaklah mereka (wanita) menghulurkan menghulurkan khimar (kain labuh) ke atas leher-leher mereka" (An-Nuur:31). Berkenaan dengan ayat ini Rasulullah s.a.w bersabda: Ketika ayat ini turun, wanita-wanita Anshar menjadikan kain-kain tirai (gordin) mereka dan memotong-motongnya menjadi khimar (penutup tubuh) iaitu : menutupi wajah-wajah mereka Dalam hadits lain, yang telah disepakati kesahihannya, berkenaan dengan kisah Aisyah Radhiyallaahu `Anha, dalam satu peristiwa yang terkenal dengan sebutan Hadiitsul Ifki (Gossip dusta), ketika beliau tertidur di tempatnya, kemudian datanglah Shafwan Ibnul Mu'thal kepadanya dan beliau ummul mu'minin berkata: Lalu aku berkhimar (dalam lain riwayat disebutkan : aku menutupi wajahku dengan jilbabku).
Oleh sebab itu, menjadi kewajiban bagi seluruh wanita Muslimah,hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, terhadap dirinya. Dan hendaklah ia tetap iltizam dengan hijabnya dengan keiltizaman (komitmen) yang optimal. Jangan menyepelakan satu hal pun dari masalah ini, kemudian ia menyangka bahwa dirinya telah berhijab dengan sempurna. Lalu dia menyangka bahwa bagian dari anggota badannya tidak berpengaruh apa-apa dan tidak menimbulkan fitnah, atau dia menganggap bahwa hal itu bukanlah merupakan tabarruj yang tercela.
Maka merupakan kewajiban baginya untuk berusaha keras menjauhi perkara-perkara yang mempengaruhi komitmennya terhadap hijab, atau perkara-perkara lain yang merusakkan sifat malunya. Demi menghindari keburukan orang-orang fasiq sebagaimana kebiasaan mereka terhadap wanita yang secara fisik tidak menampakkan kemuliaan akhlak mereka. Agar dirinya tidak terperangkap ke dalam kemurkaan Allah dan siksa-Nya,sebagai terdapat keterangan mengenai hal tersebut, yang datang daripada Rasulullah Shallallaahu Alaihi Wa-Sallam, baginda bersabda: Dua golongan dari ahli nereka yang aku tidak peduli kepada keduanya disebutkan diantaranya : Dan wanita yang berpakaian tapi telanjang, yang melenceng meninggalkan kebenaran, kepalanya seperti punuk unta, dia telah tersesat, dan tidak akan memasuki jannah dan tidak akan mencium bau jannah (syurga), padahal wanginya jannah ini tercium dari perjalanan sejauh sekian dan sekian ? (HR.Muslim).
Syaikh Shalih Utsaimin ditanya tentang sifat Hijab Syar`I, maka ia rahimahullah menjawab: Pendapat yang paling rajih (benar) ialah bahwa hendaklah wanita menghijabi seluruh bagian yang dapat menimbulkan fitnah terhadap kaum lelaki.
By : Asy-Syaikh Asy-Syahid Dr.Abdullah Azzam rahimahullah
Selasa, 26 April 2011
03.08
No comments
Dari Mata Turun ke Hati
Sebuah syair akan mencoba untuk mengilustrasikan kedahsyatan mata.
Dari Mata Turun ke Hati : Awal peristiwa - Dari pandangan mata - Laksana setitik bara api - Saat mata mengembara - Bak jilatan api perlahan pasti - Menerkam semua pemandangan
- Merasuk pikiran terbayang-bayang - Hasrat hati mewujudkan impian - Bermain-main mereguk kesenangan - Berbuah gelimang dosa penyesalan.
Aturan Memandang dalam Al Quran dan hadis
Allah swt. dalam Al Quran telah mewanti-wanti, “Katakanlah bagi mukmin (laki-laki) hendaklah menundukkan pandangan mereka dan menjaga kehormatan mereka. Demikian itu lebih bersih bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu perbuat.” “Katakanlah kepada mukmin perempuan, hendaklah menundukkan pandangan mereka dan menjaga kehormatan mereka…”
(Q.S. An-Nur 24: 30-31).
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan atas diri anak keturunan Adam bagiannya dari zina. Dia mengetahui yang demikian tanpa dipungkiri. Mata itu bisa berzina, dan zinanya adalah pandangan. Lidah itu bisa berzina dan zinanya adalah perkataan. Kaki itu bisa berzina dan zinanya adalah ayunan langkah. Tangan itu bisa berzina dan zinanya adalah sentuhan. Hati bisa berzina dengan keinginan dan angan-angan. Baik kemaluan membenarkan yang demikian itu atau mendustakannya.” (H.R. Bukhari, Muslim, An-Nasai, dan Abu Dawud). “Wahai Ali, janganlah engkau susuli pandangan dengan pandangan lagi, karena yang pertama menjadi bagianmu dan yang kedua bukan lagi menjadi bagianmu (dosa atasmu)” (H.R. Ahmad, Tirmidzi, dan Abu Dawud).
Perintah menjaga pandangan ditujukan pada para wanita. Sebuah hadis menerangkan, “…Ya Rasulullah, bukankah ia buta (Ibnu Ummi Maktum) sehingga tidak mungkin dapat melihat kami? Maka sabda Rasulullah saw. “Bukankah kamu berdua (Ummu Salamah r.a. dan Maimunah bintiaAl-Harits) melihatnya?” (H.R. Abu Daud). “Sesungguhnya memandang (wanita) adalah salah satu panah beracun dari berbagai macam anak panah iblis. Barangsiapa menahan pandangannya dari keindahan-keindahan wanita karena takut pada-Ku, maka Allah mewariskan kelezatan iman di dalam hatinya.” (H.R. Thabrani).
Memanage Pandangan
Q.S. An-Nuur ayat 30 dan 31, memerintahkan kaum mukminin dan mukminat untuk menjaga pandangan atau menundukkan pandangan dan menjaga kemaluannya agar tidak terjerumus pada perbuatan haram. Menahan pandangan atas hal-hal yang diharamkan Allah swt., disebutkan paling awal, karena menahan pandangan mata merupakan dasar untuk menjaga kemaluan dan cerminan hati yang beriman. Apabila mengumbar pandangan, otomatis mengumbar syahwat hati dan tidak beriman. Segala pandangan yang tidak sengaja dan tiba-tiba, bisa meninggalkan pengaruh dalam hati, sikapi dengan mengalihkan arah pandangan, terlarang mengulangi atau melanjutkan menatap pandangan yang tidak sengaja tadi. Pandangan yang tidak sengaja merupakan bagian dari sekadar ketidaksengajaan, sedangkan pandangan selanjutnya adalah haram dan hukumnya berdosa.
Apabila pandangan itu ditahan sejak awal, maka cara menuntaskannya menjadi lebih mudah. Senantiasa berupaya preventif (mencegah) dan antisipatif (siap siaga) tidak menyengaja mencari-cari dan mencuri-curi kesempatan menatap dalam-dalam, menatap penuh birahi. Pandangan pertama ibarat panah beracun, terlebih-lebih pandangan selanjutnya mengandung racun mematikan. Sedetik Anda lengah maka panah racun iblis akan tertancap dalam hati, memusnahkan benteng iman menjerumuskan pada perzinahan mata, dan zina seluruh pancaindera, baik diwujudkan dengan berhubungan intim ataupun tidak.
Bagi yang telah menikah, maka bila memandang tidak sengaja lawan jenis hendaklah mengendalikan ketertarikan biologisnya dengan menyadari apa yang ada pada diri wanita (pria) lain dengan istri (suami)-nya sama saja, maka selamatlah dorongan birahi yang tidak pada tempatnya. Menjadi orang yang bermuamalah dengan Allah swt. rido meninggalkan pandangan yang disukai syahwatnya, hatinya kian menjadi tenang. ”Sesungguhnya di dalam tubuh itu ada segumpal darah. Jika ia baik, maka seluruh tubuh akan baik pula dan jika ia rusak maka rusak pula seluruh tubuh. Ketahuilah segumpal darah itu adalah hati.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Pandangan yang Dikecualikan
Syariat membolehkan kaum mukminin untuk memandang lawan jenisnya apabila terdapat keperluan-keperluan tertentu yang tidak mungkin dilakukan kecuali dengan memandangnya, yaitu: memandang saat meminang (aurat tetap terjaga), proses pemeriksaan perkara di pengadilan, dokter yang dapat dipercaya dibolehkan melihat anggota badan wanita yang bukan muhrim pada bagian yang perlu dilihat sebatas usaha pengobatan bila tidak terdapat dokter wanita, dan saat khitan.
Manfaat Menahan Pandangan
Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, manfaat menahan pandangan di antaranya membersihkan hati dari derita penyesalan dosa, mendatangkan cahaya, keceriaan, kegembiraan, kesenangan hati, kenikmatan hidup, mendatangkan kekuatan firasat yang benar (berasal dari zhahir mengikuti sunnah, batinnya merasakan pengawasan Allah swt., menahan mata dari hal-hal yang diharamkan, menahan diri dari syahwat).
Membuka pintu dan memudahkan jalan ilmu, mendatangkan kekuatan, keteguhan, kekuatan hati, membebaskan hati dari tawanan syahwat yang memabukkan, melenakan dan melalaikan, menutup pintu neraka jahanam, cemerlang akalnya tidak hidup gegabah selalu memikirkan akibat di kemudian hari. Sadarlah kita, “Sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (Q.S. Al Hajj 22: 46). Wallahu A’lam.
Jumat, 22 April 2011
03.50
3 comments

kali ini kita bakalan bahas tentang aturan menyingkat Shalawat,tentu sdh tidak asig lagi singkatan "SAW,SWT"..singakatan kayak gitu kayaknya dah sering banget kita jumpai di koran-koran,majalah dan artikel-artikel kan ?
nah kali ini kita pengen ngupas tuntas" boleh ngak yah kita nyingkat-nyingakat shalawat kepada Nabi Muhammad "?
Hmn....
Jumat, 15 April 2011
06.09
1 comment
Sobat Muda Muslim kali ini kita akan menceritakan kisah seorang ibu yang begitu tangguh,beliau sendiri merupakan tetangga ana sendiri,SM (Sobat Muslim) ,beliau merupakan ibu yang tangguh,ia mampu menjadi tulang punggung keluarganya meskipun usianya bisa dikatakan sdh masuk usia pensiun.:-(
Nih Cerita Nya SM LOVERS :-)
Nih Cerita Nya SM LOVERS :-)
Sabtu, 02 April 2011
00.19
1 comment
Sobat Muda Muslim,ana mau tanya nih udah hafal surat Al-Ikhlas kan ? pada tahu ngak meskipun surah ini bisa dikatakan termasuk surah-surah yang pendek,tapi!!!!
Surah Al-Ikhlas itu punya kelebihan tersendiri loh
nih penjelasannya :
Surah Al-Ikhlas itu punya kelebihan tersendiri loh
nih penjelasannya :
Senin, 28 Maret 2011
09.14
No comments
Berikut ini adalah beberapa lelucon, anekdot, lawakan, atau apa pun lah itu namanya. ceritanya terilhami dari pergaulan dan aktivitas yang selama ini ane alami dan rasakan dari pergaulan sesama ikhwah. sebelumnya afwan kalo tulisan yg ini bisa bikin perut antum mules karena gak kuat nahan ketawa. hahaha...! jangan aneh dan senyam-senyum sendiri juga kalo beberapa cerita ini juga pernah antum rasakan dalam kehidupan antum sekalian lho! hohohoho... selamat menyimak!!! 
BAGIAN SATU: SINGKATAN
[CERITA 1] == Gelar S2 dan S3 ==
Maraknya dakwah di kota-kota besar sangat mengharukan hati. Di kampus-kampus umum, sekolah dan masjid-masjid perumahan sering diadakan kegiatan-kegiatan dakwah yang beraneka ragam. Dari mulai ceramah biasa, diskusi remaja, pemutaran film, bedah buku, bazaar sampai ke tabligh akbar, semuanya semakin menambah marak kesejukan suasana Ibukota yang sudah penuh sesak. Semua ini kemudian diikuti dengan bertambahnya kebutuhan akan juru dakwah. Tapi kita tidak perlu khawatir, karena banyak sekali aktivis dakwah kita yang masih muda, baru S-1 ataupun masih kuliah yang sudah mendapat gelar Phd dan MBA. Dan ini banyak kita temukan di kampus-kampus. Gelar Phd ini disematkan bagi mereka yang benar-benar Pakar Halaqoh dan Dauroh, sedangkan MBA untuk Murobby Banyak Akal ! Ini di bidang dakwah, kadang ada juga istilah lain yang dipakai untuk menyindir sampai dimana proses seorang ikhwan, seperti MBA dari Murobby Belum Acc , dan MBM dari Murobby Baru Mencarikan, atau kalau sudah selesai prosesnya bisa disebut MBM juga, yaitu Married By Murobby.!
Ada juga gelar yang sudah cukup masyhur di kalangan aktivis dakwah yang di peruntukkan bagi lulusan Timur Tengah ataupun LIPIA, yaitu Lc. Tapi gelar Lc ini ternyata sekarang banyak dipakai oleh para aktivis muda kita, tapi yang ini berarti Langsung Ceramah.Dan kabarnya pula Xanana Gusmao, Presiden Timor Lorosae juga punya gelar Lc juga, yaitu Lulusan Cipinang.
[CERITA 2] == Nama Lain Ngaji ==
Pada suatu malam Ahad, seorang Akhi yang baru memulai sejarah dakwahnya pamit pada temannya se kostnya untuk pergi ngapel ke rumah seorang teman. Teman se-kost itu yang kebetulan juga seniornya sangat khawatir dengan aktivitas anak baru tersebut. Kemudian dengan diam-diam ia mengikuti langkah sang Akhi tersebut, yang ternyata masuk ke dalam seorang rumah ustad. Dan setelah ditunggu sekitar dua jam, akhirnya sang Akhi tersebut keluar dengan wajah penuh keceriaan. Sang senior yang sudah penasaran dari tadipun langsung menginterogasinya,
" katanya ngapel, kok di rumah ustad? "
" Ya Mas, yang ini bukan ngapel pacaran, tapi ngapel singkatan dari ngaji pelan-pelan alias liqo ".
Begitulah, sesuai dengan situasi dan kondisi di suatu tempat kadang-kadang digunakan bahasa lain untuk lebih menyamarkan atau mengakrabkan aktivitas yang satu ini. Kalau di lingkungan kampus biasanya dikenal istilah Mentoring atau Asistensi, Di Yayasan Iqro club yang menangani anak-anak STM di Jakarta menyebutnya dengan DSL (Dakwah Sistem Langsung), beberapa ikhwan lain menyebutnya dengan istilah Les Privat ataupun kencan mingguan,dan ada juga yang bikin istilah keren yang sama dengan sebuah paket acara televisi di Indosiar yaitu KISS (Kisah Seputar Selebritis), tapi KISS yang ini berarti Kajian Islam Seminggu Sekali, ada juga yang menyebutnya Kajian Islam Sabtu sore, Senin Sore, Selasa Sore, atau Sabtu Siang, dan seterusnya.
[CERITA 3] == Berbeda tapi Ternyata Sama ==
Seorang Akhi di UNPAD mendadak harus pulang ke kota kecilnya di belahan utara pulau Jawa, karena ayahnya dikabarkan masuk rumahsakit. Sebuah fenomena memang kalau di sebuah kota kecil yang tidak ada kampus ternamanya biasanya tidak banyak memiliki stock ikhwan ataupun akhwat. Tapi di rumah sakit, tepatnya di bagian mushollanya, pada waktu itu dengan firasat keikhwanannya lah al-akh ini berhasil menemukan seseorang yang disangkanya seorang ikhwan pula. Tapi keraguan itu membuatnya bertanya dengan malu-malu, "Assalamualaikum wr wb, Langsung saja Mas.. antum Ikhwan khan? ". Yang ditanya sempat kaget, lalu tersenyum dan memjawab, " Apa? bakwan ! eh..ikhwan ? Maaf bukan mas, saya dulu di JT tapi sekarang saya mantep di HT, insya Allah,". Dengan agak malu karena sok tahu, akh kita ini minta ijin untuk undur diri sambil menyalahkan firasat ikhwaniyahnya yang gagal kali ini. Tapi sebelum ia beranjak, orang tadi memanggilnya kembali,
" Afwan Akhi, saya dulu memang di JT tapi ini Jamaah Tarbiyah bukan Jamaah Tabligh lho.."
" Terus kenapa sekarang masuk HT ?"
" Iya, dari dulupun saya ikut HT, Halaqoh Tarbiyah ..!"
"Oooo..sama semua ya..ternyata"
[CERITA 4] == KAMMI Ganti Nama ==.
Setiap kali Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) berdemo dan melakukan long march, maka yang akan banyak terlihat adalah barisan putih panjang yang terdiri dari para ABG (Akhwat Berjilbab Gede), yang dikelilingi oleh sedikit ikhwan sebagai boarders. Dari sini jelas terlihat bagaimana perbandingan jumlah ikhwan dan akhwat yang terlampau mencolok. Dan repotnya hal seperti itu berlangsung terus di demo-demo yang lain. Yang akhirnya membikin ciri khas khusus bagi demonstrasi yang dilakukan KAMMI, yang seolah-olah menggambarkan bahwa KAMMI hanya milik para akhwat. Akhirnya muncul usulan dari para ikhwan untuk mengganti nama KAMMI menjadi KAMMMI, karena alasannya sesuai sejarahnya, pertama kali pada jatuhnya orde baru tahun 1966 ada yang namanya KAMI dengan satu huruf M, kemudian disusul pada bangkitnya orde reformasi muncul KAMMI dengan dua huruf M. Maka sesuai perkembangan terakhir sekarang dimunculkan KAMMMI dengan tiga huruf M yaitu "Kesatuan Aksi Mahasiwa Muslim Muslimah Indonesia".
[CERITA 5] == Simatupang dan Situmorang ==
Dua dari sepuluh karakteristik ideal seorang dai adalah Qowiyyul Jismi dan Harisun ala waqtihi. Idealnya seorang yang beraktifitas di jalan dakwah memang harus mempunyai ciri tersebut. Tapi ada cerita unik, tentang dua orang ikhwan yang kebetulan tinggal di sebuah rumah kost-kostan yang sama. Keduanya kuliah di kampus yang sama, jurusan yang sama, dan kebetulan sama-sama bergabung dalam LDK (Lembaga Dakwah Kampus) yang ada di kampusnya. Tapi yang menjadikannya berbeda adalah dari segi jam terbang dakwahnya.
Sebut saja akhi A, beliau setiap hari hampir jarang ada di kamarnya. Berangkat pagi hari habis sholat Subuh, kemudian sore pulang sebentar untuk ngambil sesuatu dan mandi, kemudian pergi lagi dan pulang sampai larut malam, itupun tidak setiap hari beliau pulang. Belum lagi kalo pas hari libur atau sedang kosong, tiba-tiba ada panggilan dakwah, maka beliau langsung pergi lagi walaupun jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam. Itu cerita tentang si A. Lain lagi dengan temen se kost-nya si B, beliau paling sering kelihatan di rumahnya, atau lebih tepatnya di kamarnya, atau lebih pasnya lebih sering kelihatan tidurnya. Pagi berangkat kuliah sebagaimana biasa, dan siang pulang kemudian di rumah terus sampai esoknya lagi, kecuali satu hari saja untuk aktivitas ngaji di rumah seorang ustad. Perbedaan yang sangat frontal ini konon mendapat perhatian yang cukup serius dari ikhwah lainnya yang tinggal sekontrakan dengan mereka berdua. Akhirnya, walaupun keduanya bukan dari tanah Batak, mereka sepakat memberi nama marga di belakang nama mereka yang satu Simatupang untuk akhi A, yang berarti Siang-malam tunggu panggilan karena aktivitas dakwahnya yang begitu padat. Sedangkan untuk si Akhi B diberi gelar Situmorang, yang berarti Si ikhwan tukang molor doang!"
[CERITA 6] == JAMES BOND ala Ikhwah ==
Sudah menjadi fenomena umum bagi seorang ikhwah mahasiswa yang kuliah di kota besar semacam Jakarta, bagaimana sulitnya mencari sebuah kamar kost yang layak pakai fasilitas lengkap, situasi mendukung untuk dakwah sekaligus nyaman untuk belajar, deket kampus, dan tentu saja yang paling murah, istilahnya harga mahasiswa. Maka beruntunglah, karena ternyata banyak masjid di Jakarta, yang juga deket dengan kampus yang menyediakan sebuah tempat khusus bagi satu dua mahasiswa untuk tinggal di situ sekaligus ikut berpartisipasi dalam memakmurkan masjid. Maka sebagian dari mereka ada yang menjadi petugas muadzin, ada pula yang menjadi imam tetap, ada pula yang mengajar TPA dan mengisi kajian Ibu-Ibu. Dan alhamdulillah, tidak jarang kemudian Takmir Masjid memberikan uang kompensasi bulanan sebagai pengganti waktu dan jerih payah mereka. Tapi meskipun demikian ada juga beberapa mahasiswa lain yang ikut membantu kebersihan masjid, dan berfungsi ganda sebagai petugas kebersihan masjid atau yang biasa dikenal dengan istilah marbot. Mereka - mereka yang disebutkan tadi, dengan bangga menyebut profesi ini dengan istilah James Bond, yang berarti Jaga Mesjid dan Kebon !
BAGIAN DUA: PLESETAN NASYID 
BAGIAN TIGA: TA’ARUF 
Seorang ikhwan yang kuliah di semester akhir berazzam untuk menyempurnakan separuh dien-nya. Sebagaimana biasa, beliau pun menghubungi ustadnya dan memulai proses dari awal sampai akhirnya tiba saatnya untuk taaruf, yaitu dipertemukan dengan calonnya. Tibalah hari dan jam yang telah ditentukan, dengan semangat seorang aktivis, beliau datang tepat waktu di sebuah tempat yang telah di janjikan ustad. Taaruf pun dimulai, sang akhi duduk di sebelah murobbi, sementara agak jauh di depannya sang akhwat ditemani murobbiyahnya dengan posisi duduk menyamping menjauhi sudut pandangan si ikhwan. Setelah sekian lama berlalu tak ada pembicaraan, sang murobbi berbisik pelan pada mad’unya yang malu-malu ini,
"Gimana akhi, sudah lihat akhwatnya belum, sudah mantap apa belum?"
"Sudah Ustad, saya mantap sekali ustad, akhwatnya yang sebelah kiri itu khan?"
Murobbinya kaget, wajahnya berubah agak kemerahan. " Eh..gimana antum! yang itu istri saya!"
[CERITA 12] == Belum Menikah ==
Memang susah jadi ikhwan bujangan, pasti banyak sindiran dan provokasi yang datang setiap saat untuk segera menyempurnakan separuh dien ini. Apalagi jika ia juga berprofesi sebagai seorang murobbi, maka setiap pertemuan mingguan pasti ada sindiran-sindiran kecil dari para mad’unya yang rata-rata juga belum menikah. Sebenarnya sang murobbi ini nggak enak dan takut juga kalau status bujangannya ini menghalangi anak buahnya untuk segera menikah.
Akhirnya pada suatu kesempatan mingguan, setelah sekian lama para mad’unya menanyakan masalah yang satu itu, sang murobbipun berpesan singkat di hadapan para ikhwah di hadapannya,
" Ikhwan sekalian, untuk masalah pernikahan.. jangan jadikan status ana sebagai penghalang kalian menikah, cukup jadikan saja saya sebagai contoh atau tauladan...! "
"Haaah...", Para ikhwan yang mendengar pun terbengong-bengong keheranan.
[CERITA 13] == Kriteria ==
Seorang Akhi ditanya sang Murobbi tentang kriteria seorang akhwat yang diinginkannya. Setelah beberapa saat berpikir, sang Akhi menjawab dengan malu-malu,
"Yang pertama Ustad, dia harus seorang yang cukup cantik."
"Astaghfirullah Akhi, bukannya Rasulullah menyuruh kita untuk mengutamakan agamanya dulu?", balas sang murobbi.
"Yang itu sih bukan masalah ustad?"
"Bukan masalah bagaimana akhi, ada hadist nya lho...", sang murobbi menambahkan.
"Khan yang namanya akhwat pasti berjilbab gede, berarti semuanya kita anggap sudah punya pemahaman agama yang cukup baik, sekarang tinggal kriteria selanjutnya yaitu yang cantik."
" Antum bisa aja cari alasan!", murobbi pun langsung lemes mendengar alasan sang Akhi.
BAGIAN EMPAT: AMANAH 
BAGIAN LIMA: MENIKAH 
BAGIAN ENAM: POLIGAMI 
sumber http://evans86.abatasa.com



Maraknya dakwah di kota-kota besar sangat mengharukan hati. Di kampus-kampus umum, sekolah dan masjid-masjid perumahan sering diadakan kegiatan-kegiatan dakwah yang beraneka ragam. Dari mulai ceramah biasa, diskusi remaja, pemutaran film, bedah buku, bazaar sampai ke tabligh akbar, semuanya semakin menambah marak kesejukan suasana Ibukota yang sudah penuh sesak. Semua ini kemudian diikuti dengan bertambahnya kebutuhan akan juru dakwah. Tapi kita tidak perlu khawatir, karena banyak sekali aktivis dakwah kita yang masih muda, baru S-1 ataupun masih kuliah yang sudah mendapat gelar Phd dan MBA. Dan ini banyak kita temukan di kampus-kampus. Gelar Phd ini disematkan bagi mereka yang benar-benar Pakar Halaqoh dan Dauroh, sedangkan MBA untuk Murobby Banyak Akal ! Ini di bidang dakwah, kadang ada juga istilah lain yang dipakai untuk menyindir sampai dimana proses seorang ikhwan, seperti MBA dari Murobby Belum Acc , dan MBM dari Murobby Baru Mencarikan, atau kalau sudah selesai prosesnya bisa disebut MBM juga, yaitu Married By Murobby.!

Ada juga gelar yang sudah cukup masyhur di kalangan aktivis dakwah yang di peruntukkan bagi lulusan Timur Tengah ataupun LIPIA, yaitu Lc. Tapi gelar Lc ini ternyata sekarang banyak dipakai oleh para aktivis muda kita, tapi yang ini berarti Langsung Ceramah.Dan kabarnya pula Xanana Gusmao, Presiden Timor Lorosae juga punya gelar Lc juga, yaitu Lulusan Cipinang.

[CERITA 2] == Nama Lain Ngaji ==
Pada suatu malam Ahad, seorang Akhi yang baru memulai sejarah dakwahnya pamit pada temannya se kostnya untuk pergi ngapel ke rumah seorang teman. Teman se-kost itu yang kebetulan juga seniornya sangat khawatir dengan aktivitas anak baru tersebut. Kemudian dengan diam-diam ia mengikuti langkah sang Akhi tersebut, yang ternyata masuk ke dalam seorang rumah ustad. Dan setelah ditunggu sekitar dua jam, akhirnya sang Akhi tersebut keluar dengan wajah penuh keceriaan. Sang senior yang sudah penasaran dari tadipun langsung menginterogasinya,

" katanya ngapel, kok di rumah ustad? "
" Ya Mas, yang ini bukan ngapel pacaran, tapi ngapel singkatan dari ngaji pelan-pelan alias liqo ".
Begitulah, sesuai dengan situasi dan kondisi di suatu tempat kadang-kadang digunakan bahasa lain untuk lebih menyamarkan atau mengakrabkan aktivitas yang satu ini. Kalau di lingkungan kampus biasanya dikenal istilah Mentoring atau Asistensi, Di Yayasan Iqro club yang menangani anak-anak STM di Jakarta menyebutnya dengan DSL (Dakwah Sistem Langsung), beberapa ikhwan lain menyebutnya dengan istilah Les Privat ataupun kencan mingguan,dan ada juga yang bikin istilah keren yang sama dengan sebuah paket acara televisi di Indosiar yaitu KISS (Kisah Seputar Selebritis), tapi KISS yang ini berarti Kajian Islam Seminggu Sekali, ada juga yang menyebutnya Kajian Islam Sabtu sore, Senin Sore, Selasa Sore, atau Sabtu Siang, dan seterusnya.

[CERITA 3] == Berbeda tapi Ternyata Sama ==
Seorang Akhi di UNPAD mendadak harus pulang ke kota kecilnya di belahan utara pulau Jawa, karena ayahnya dikabarkan masuk rumahsakit. Sebuah fenomena memang kalau di sebuah kota kecil yang tidak ada kampus ternamanya biasanya tidak banyak memiliki stock ikhwan ataupun akhwat. Tapi di rumah sakit, tepatnya di bagian mushollanya, pada waktu itu dengan firasat keikhwanannya lah al-akh ini berhasil menemukan seseorang yang disangkanya seorang ikhwan pula. Tapi keraguan itu membuatnya bertanya dengan malu-malu, "Assalamualaikum wr wb, Langsung saja Mas.. antum Ikhwan khan? ". Yang ditanya sempat kaget, lalu tersenyum dan memjawab, " Apa? bakwan ! eh..ikhwan ? Maaf bukan mas, saya dulu di JT tapi sekarang saya mantep di HT, insya Allah,". Dengan agak malu karena sok tahu, akh kita ini minta ijin untuk undur diri sambil menyalahkan firasat ikhwaniyahnya yang gagal kali ini. Tapi sebelum ia beranjak, orang tadi memanggilnya kembali,
" Afwan Akhi, saya dulu memang di JT tapi ini Jamaah Tarbiyah bukan Jamaah Tabligh lho.."
" Terus kenapa sekarang masuk HT ?"
" Iya, dari dulupun saya ikut HT, Halaqoh Tarbiyah ..!"
"Oooo..sama semua ya..ternyata"

[CERITA 4] == KAMMI Ganti Nama ==.
Setiap kali Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) berdemo dan melakukan long march, maka yang akan banyak terlihat adalah barisan putih panjang yang terdiri dari para ABG (Akhwat Berjilbab Gede), yang dikelilingi oleh sedikit ikhwan sebagai boarders. Dari sini jelas terlihat bagaimana perbandingan jumlah ikhwan dan akhwat yang terlampau mencolok. Dan repotnya hal seperti itu berlangsung terus di demo-demo yang lain. Yang akhirnya membikin ciri khas khusus bagi demonstrasi yang dilakukan KAMMI, yang seolah-olah menggambarkan bahwa KAMMI hanya milik para akhwat. Akhirnya muncul usulan dari para ikhwan untuk mengganti nama KAMMI menjadi KAMMMI, karena alasannya sesuai sejarahnya, pertama kali pada jatuhnya orde baru tahun 1966 ada yang namanya KAMI dengan satu huruf M, kemudian disusul pada bangkitnya orde reformasi muncul KAMMI dengan dua huruf M. Maka sesuai perkembangan terakhir sekarang dimunculkan KAMMMI dengan tiga huruf M yaitu "Kesatuan Aksi Mahasiwa Muslim Muslimah Indonesia".

[CERITA 5] == Simatupang dan Situmorang ==
Dua dari sepuluh karakteristik ideal seorang dai adalah Qowiyyul Jismi dan Harisun ala waqtihi. Idealnya seorang yang beraktifitas di jalan dakwah memang harus mempunyai ciri tersebut. Tapi ada cerita unik, tentang dua orang ikhwan yang kebetulan tinggal di sebuah rumah kost-kostan yang sama. Keduanya kuliah di kampus yang sama, jurusan yang sama, dan kebetulan sama-sama bergabung dalam LDK (Lembaga Dakwah Kampus) yang ada di kampusnya. Tapi yang menjadikannya berbeda adalah dari segi jam terbang dakwahnya.
Sebut saja akhi A, beliau setiap hari hampir jarang ada di kamarnya. Berangkat pagi hari habis sholat Subuh, kemudian sore pulang sebentar untuk ngambil sesuatu dan mandi, kemudian pergi lagi dan pulang sampai larut malam, itupun tidak setiap hari beliau pulang. Belum lagi kalo pas hari libur atau sedang kosong, tiba-tiba ada panggilan dakwah, maka beliau langsung pergi lagi walaupun jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam. Itu cerita tentang si A. Lain lagi dengan temen se kost-nya si B, beliau paling sering kelihatan di rumahnya, atau lebih tepatnya di kamarnya, atau lebih pasnya lebih sering kelihatan tidurnya. Pagi berangkat kuliah sebagaimana biasa, dan siang pulang kemudian di rumah terus sampai esoknya lagi, kecuali satu hari saja untuk aktivitas ngaji di rumah seorang ustad. Perbedaan yang sangat frontal ini konon mendapat perhatian yang cukup serius dari ikhwah lainnya yang tinggal sekontrakan dengan mereka berdua. Akhirnya, walaupun keduanya bukan dari tanah Batak, mereka sepakat memberi nama marga di belakang nama mereka yang satu Simatupang untuk akhi A, yang berarti Siang-malam tunggu panggilan karena aktivitas dakwahnya yang begitu padat. Sedangkan untuk si Akhi B diberi gelar Situmorang, yang berarti Si ikhwan tukang molor doang!"

[CERITA 6] == JAMES BOND ala Ikhwah ==
Sudah menjadi fenomena umum bagi seorang ikhwah mahasiswa yang kuliah di kota besar semacam Jakarta, bagaimana sulitnya mencari sebuah kamar kost yang layak pakai fasilitas lengkap, situasi mendukung untuk dakwah sekaligus nyaman untuk belajar, deket kampus, dan tentu saja yang paling murah, istilahnya harga mahasiswa. Maka beruntunglah, karena ternyata banyak masjid di Jakarta, yang juga deket dengan kampus yang menyediakan sebuah tempat khusus bagi satu dua mahasiswa untuk tinggal di situ sekaligus ikut berpartisipasi dalam memakmurkan masjid. Maka sebagian dari mereka ada yang menjadi petugas muadzin, ada pula yang menjadi imam tetap, ada pula yang mengajar TPA dan mengisi kajian Ibu-Ibu. Dan alhamdulillah, tidak jarang kemudian Takmir Masjid memberikan uang kompensasi bulanan sebagai pengganti waktu dan jerih payah mereka. Tapi meskipun demikian ada juga beberapa mahasiswa lain yang ikut membantu kebersihan masjid, dan berfungsi ganda sebagai petugas kebersihan masjid atau yang biasa dikenal dengan istilah marbot. Mereka - mereka yang disebutkan tadi, dengan bangga menyebut profesi ini dengan istilah James Bond, yang berarti Jaga Mesjid dan Kebon !



[CERITA 7] == Kulihat Bunga di Taman ==
Sore hari di sebuah rumah kost para ikhwah di bilangan Jurangmangu, Tangerang. Suasana yang ada di antara para ikhwah yang sedang bersantai sangat akrab, sampai tiba-tiba seorang akhi yang baru beberapa hari pindah ke situ, ikut meramaikan suasana dengan bernasyid dari kelompok Suara Persaudaraan, Malang. Beberapa bait nasyid disambut atau diikuti para ikhwah yang lain, namun ketika si Akhi ini sampai pada sebuah bait di sebuah lagu yang ada di album Balada sebuah Danau , yang berbunyi.
" Kulihat Bunga di taman.
Indah warna-warni dan menawan.."
Mendadak seisi rumah pada ramai, sebagian senior ada yang memperingatkan langsung pada sang munsyid.
" Bernasyid boleh akhi, tapi jangan langsung menyebut nama seseorang dong. bisa timbul fitnah nantinya!"
Si anak baru ini, sampai di sini masih belum menyadari kekeliurannya. Usut punya usut, ternyata di organisasi remaja Masjid dekat perumahan tersebut ada seorang akhwat aktivis yang namanya juga memang " Bunga " !
[CERITA 8] == Aku Anak Sholeh ==
Plesetan dari lagu " Aku Anak Sholeh " nya Harmoni Voice, STT Telkom Bandung.
Aku Ingin Nikah
Dengan Mahar Mudah
Tidak susah- susah
Rukuh dan Sajadah
Istri Solihah..
Harta yang berkah..
Walau ku sudah nikah..
Tetap berdakwah..
Sore hari di sebuah rumah kost para ikhwah di bilangan Jurangmangu, Tangerang. Suasana yang ada di antara para ikhwah yang sedang bersantai sangat akrab, sampai tiba-tiba seorang akhi yang baru beberapa hari pindah ke situ, ikut meramaikan suasana dengan bernasyid dari kelompok Suara Persaudaraan, Malang. Beberapa bait nasyid disambut atau diikuti para ikhwah yang lain, namun ketika si Akhi ini sampai pada sebuah bait di sebuah lagu yang ada di album Balada sebuah Danau , yang berbunyi.
" Kulihat Bunga di taman.
Indah warna-warni dan menawan.."

Mendadak seisi rumah pada ramai, sebagian senior ada yang memperingatkan langsung pada sang munsyid.
" Bernasyid boleh akhi, tapi jangan langsung menyebut nama seseorang dong. bisa timbul fitnah nantinya!"
Si anak baru ini, sampai di sini masih belum menyadari kekeliurannya. Usut punya usut, ternyata di organisasi remaja Masjid dekat perumahan tersebut ada seorang akhwat aktivis yang namanya juga memang " Bunga " !

[CERITA 8] == Aku Anak Sholeh ==
Plesetan dari lagu " Aku Anak Sholeh " nya Harmoni Voice, STT Telkom Bandung.
Aku Ingin Nikah
Dengan Mahar Mudah
Tidak susah- susah
Rukuh dan Sajadah
Istri Solihah..
Harta yang berkah..
Walau ku sudah nikah..
Tetap berdakwah..
[CERITA 9] == Kembali by Izzis ==
Bait-bait Nasyid yang didendangkan oleh Munsyid Izzatul Islam mempunyai ciri khas perjuangan dan semangat yang menyala-menyala. Tapi bukan ikhwah namanya kalau nggak punya kreasi (baca: iseng) lain dengan lagu-lagu tersebut. Tentu saja tujuannya untuk "memprovokasi" ikhwah yang lain (hehehe...). Lihat aja perbandingan lagu asli dan plesetannya di bawah ini, yang diambil dari album "Kembali"
[versi asli]:
Berkobar tinggi panaskan bumi
Membakar ladang dan rumah kami
Darah syuhada mengalir suburkan negri
Tiada kata lagi... kami harus kembali
Bait-bait Nasyid yang didendangkan oleh Munsyid Izzatul Islam mempunyai ciri khas perjuangan dan semangat yang menyala-menyala. Tapi bukan ikhwah namanya kalau nggak punya kreasi (baca: iseng) lain dengan lagu-lagu tersebut. Tentu saja tujuannya untuk "memprovokasi" ikhwah yang lain (hehehe...). Lihat aja perbandingan lagu asli dan plesetannya di bawah ini, yang diambil dari album "Kembali"
[versi asli]:
Berkobar tinggi panaskan bumi
Membakar ladang dan rumah kami
Darah syuhada mengalir suburkan negri
Tiada kata lagi... kami harus kembali
[versi plesetan]:
Berkobar tinggi panaskan hati
Datang tawaran dari murobbi
Foto-foto akhwat ada dihadapan kami
Tiada kata lagi..aku pilih yang ini!
Berkobar tinggi panaskan hati
Datang tawaran dari murobbi
Foto-foto akhwat ada dihadapan kami
Tiada kata lagi..aku pilih yang ini!


[CERITA 10] == Masih Mau Sekolah ==
Seorang ikhwan yang baru saja menyelesaikan studi S1 nya menghubungi sang Murobbi. Apalagi kalau bukan untuk meminta sang ustad mencarikan jodoh terbaik baginya. Tentu saja sang akhi ini tidak sekedar ingin menikah, tapi juga siap menikah. Lho, apa bedanya?
Ingin menikah bagi seorang akhi cenderung bersifat objektif. Artinya ia menginginkan atau menuntut seorang akhwat -yang akan menjadi istrinya nanti - untuk tampil dengan performance dan sifat yang terbaik, menurutnya. Bisa jadi ia ingin seorang akhwat yang harus cantik, tinggi, pintar masak, cerdas, penyabar dan lain sebagainya. Atau bisa jadi ia menginginkan yang lebih spesifik misalnya seorang dokter, dosen, hafidzah, atau mungkin yang berasal dari suku tertentu. Lebih parah lagi jika ingin menikah di sini berarti: ingin menikahi ukhti A, B atau C. Yang jenis ini bukan berarti tidak boleh. Hanya saja, kurang elegan.
Lalu bagaimana dengan siap menikah? Siap menikah bagi seorang akhi berarti kesiapan dari sisi subjektif dirinya. Artinya, ia akan mengukur kemampuan dirinya untuk memimpin rumahtangga, tanpa banyak terpengaruh faktor siapa yang akan mendampinginya. Dengan bahasa lain, dia punya kesimpulan: "yang penting ana harus siap dan baik dulu, siapapun istri ana dan bagaimanapun dia, toh ana juga yang harus membimbingnya". Yang jenis ini lebih elegan. Artinya siap mental dalam menikah.
Nah kembali ke cerita sang akhi yang selain ingin, juga siap untuk menikah. Sang murobbi yang dikonfirmasi pun menyambut permintaan ini dengan semangat. Betapa tidak? bukankah menjodohkan adalah sebuah amalan mulia. Apalagi yang dijodohkan adalah ikhwan dan akhwat yang masing-masing mempunyai misi dan visi untuk dakwah?
Maka dimulailah proyek perjodohan yang indah dan terjaga oleh sang Murobbi. Dari mulai tukar biodata sampai ta’aruf belum terlihat ada masalah. Namun ketika sang murobbi mengkonfirmasi kesediaan sang akhwat, ternyata sang akhwat menolak. Entah sang akhwat punya alasan apa, yang jelas ia hanya bisa beralasan pada sang murrobbi: "Afwan ustad, saya masih mau melanjutkan sekolah dulu.."
Terpukul hati sang akhi mendengar jawaban sang akhwat. Pikirnya dalam hati, mengapa kalau masih mau sekolah ia bersedia memberikan biodatanya dan bahkan sampai proses taaruf?
Sang murrobbi pun merasakan hal yang sama. Ada apa gerangan di balik penolakan ini?
Sang Akhi beritikad baik untuk tetap menikah. Sang murrobbi pun kembali dengan senang hati membantu sang akhi. Dilalui proses dari awal sebagaimana yang pertama tadi. Namun sayang seribu sayang. Kasus penolakan yang pertama kembali terulang. Masih dengan alasan yang sama: sang akhwat masih mau melanjutkan sekolah.
Pusing kembali melanda sang akhi kita ini. Dicobanya sekian kali untuk berinstropeksi: Adakah yang salah dalam biodatanya? Atau ada kesalahan kah saat taaruf kemarin? Ah, rasa-rasanya semuanya begitu lancar, tak ada masalah.
Atau masalah penampilan fisik? Ah, benarkah itu masih menjadi kriteria yang prinsip di jaman ini? Sang akhi bingung, ia benar-benar belum menemukan jawaban yang tepat atas kasus penolakan dirinya.
Sang murobbi tampaknya ikut merasa bertanggung jawab dengan penolakan tersebut. Mungkin karena merasa kasihan dengan dua kali penolakan tersebut, sang murobbi pun berinisiatif untuk ambil langkah yang lain. Kebetulan ia mempunyai adik perempuan yang juga seorang akhwat. Maka setelah mengadakan briefing yang intensif terhadap sang adik, dimulailah proses perjodohan keduanya. Biodata adik sang murobbi pun berpindah ke tangan sang akhi ini. Dengan seksama dibaca semua point di dalamnya. Tidak lupa dua lembar foto ukuran post card juga diperhatikan agak lama.
Sang Murobbi yang juga kakak sang akhwat terburu-buru untuk menanyakan kesediaan sang akhi untuk meneruskan proses.
"Gimana akhi, antum bersedia melanjutkan proses ini kan?"
Sang akhi bingung bukan kepalang. Ada perasaan kurang sreg dalam dadanya. Lebih-lebih saat melihat dua lembar foto sang akhwat. Diulang-ulang kembali, sama saja. Ada rasa kurang berkenan yang muncul terus menerus dan mengganggu.
"Gimana Akhi, sudah siap untuk meneruskan prosesnya?"
Pertanyaan sang murobbi menambah kegalauannya. Keringat dingin mulai menetes dari dahinya. Ia menunduk agak lama.
Sang akhi merenung sejenak, berinstropeksi. Sejurus kemudian ia mulai mengangkat kepala. Tersenyum. Baru sekarang ia tahu alasan mengapa dua akhwat yang terdahulu menolak dirinya: kriteria fisik!! Kriteria fisik, kedengarannya memang lucu. Tapi ternyata ia selalu menjadi begitu kontemporer. Selalu saja ada, di mana saja dan kapan saja.
"Gimana akhi, bisa dijawab sekarang?? "
Dengan sedikit berdehem, sang akhi menjawab,
"Afwan Ustad, setelah saya pikir-pikir, nampaknya saya "masih mau melanjutkan sekolah" saja ustad ... "
Lemes tubuh sang murrobbi. Namun ia pun tak bisa berbuat apa-apa. Dalam hati ia berkata: Dasar aktifis jaman sekarang, masih teguh mempertahankan kriteria fisik!
Seorang ikhwan yang baru saja menyelesaikan studi S1 nya menghubungi sang Murobbi. Apalagi kalau bukan untuk meminta sang ustad mencarikan jodoh terbaik baginya. Tentu saja sang akhi ini tidak sekedar ingin menikah, tapi juga siap menikah. Lho, apa bedanya?
Ingin menikah bagi seorang akhi cenderung bersifat objektif. Artinya ia menginginkan atau menuntut seorang akhwat -yang akan menjadi istrinya nanti - untuk tampil dengan performance dan sifat yang terbaik, menurutnya. Bisa jadi ia ingin seorang akhwat yang harus cantik, tinggi, pintar masak, cerdas, penyabar dan lain sebagainya. Atau bisa jadi ia menginginkan yang lebih spesifik misalnya seorang dokter, dosen, hafidzah, atau mungkin yang berasal dari suku tertentu. Lebih parah lagi jika ingin menikah di sini berarti: ingin menikahi ukhti A, B atau C. Yang jenis ini bukan berarti tidak boleh. Hanya saja, kurang elegan.
Lalu bagaimana dengan siap menikah? Siap menikah bagi seorang akhi berarti kesiapan dari sisi subjektif dirinya. Artinya, ia akan mengukur kemampuan dirinya untuk memimpin rumahtangga, tanpa banyak terpengaruh faktor siapa yang akan mendampinginya. Dengan bahasa lain, dia punya kesimpulan: "yang penting ana harus siap dan baik dulu, siapapun istri ana dan bagaimanapun dia, toh ana juga yang harus membimbingnya". Yang jenis ini lebih elegan. Artinya siap mental dalam menikah.
Nah kembali ke cerita sang akhi yang selain ingin, juga siap untuk menikah. Sang murobbi yang dikonfirmasi pun menyambut permintaan ini dengan semangat. Betapa tidak? bukankah menjodohkan adalah sebuah amalan mulia. Apalagi yang dijodohkan adalah ikhwan dan akhwat yang masing-masing mempunyai misi dan visi untuk dakwah?
Maka dimulailah proyek perjodohan yang indah dan terjaga oleh sang Murobbi. Dari mulai tukar biodata sampai ta’aruf belum terlihat ada masalah. Namun ketika sang murobbi mengkonfirmasi kesediaan sang akhwat, ternyata sang akhwat menolak. Entah sang akhwat punya alasan apa, yang jelas ia hanya bisa beralasan pada sang murrobbi: "Afwan ustad, saya masih mau melanjutkan sekolah dulu.."
Terpukul hati sang akhi mendengar jawaban sang akhwat. Pikirnya dalam hati, mengapa kalau masih mau sekolah ia bersedia memberikan biodatanya dan bahkan sampai proses taaruf?
Sang murrobbi pun merasakan hal yang sama. Ada apa gerangan di balik penolakan ini?
Sang Akhi beritikad baik untuk tetap menikah. Sang murrobbi pun kembali dengan senang hati membantu sang akhi. Dilalui proses dari awal sebagaimana yang pertama tadi. Namun sayang seribu sayang. Kasus penolakan yang pertama kembali terulang. Masih dengan alasan yang sama: sang akhwat masih mau melanjutkan sekolah.

Pusing kembali melanda sang akhi kita ini. Dicobanya sekian kali untuk berinstropeksi: Adakah yang salah dalam biodatanya? Atau ada kesalahan kah saat taaruf kemarin? Ah, rasa-rasanya semuanya begitu lancar, tak ada masalah.
Atau masalah penampilan fisik? Ah, benarkah itu masih menjadi kriteria yang prinsip di jaman ini? Sang akhi bingung, ia benar-benar belum menemukan jawaban yang tepat atas kasus penolakan dirinya.
Sang murobbi tampaknya ikut merasa bertanggung jawab dengan penolakan tersebut. Mungkin karena merasa kasihan dengan dua kali penolakan tersebut, sang murobbi pun berinisiatif untuk ambil langkah yang lain. Kebetulan ia mempunyai adik perempuan yang juga seorang akhwat. Maka setelah mengadakan briefing yang intensif terhadap sang adik, dimulailah proses perjodohan keduanya. Biodata adik sang murobbi pun berpindah ke tangan sang akhi ini. Dengan seksama dibaca semua point di dalamnya. Tidak lupa dua lembar foto ukuran post card juga diperhatikan agak lama.
Sang Murobbi yang juga kakak sang akhwat terburu-buru untuk menanyakan kesediaan sang akhi untuk meneruskan proses.
"Gimana akhi, antum bersedia melanjutkan proses ini kan?"
Sang akhi bingung bukan kepalang. Ada perasaan kurang sreg dalam dadanya. Lebih-lebih saat melihat dua lembar foto sang akhwat. Diulang-ulang kembali, sama saja. Ada rasa kurang berkenan yang muncul terus menerus dan mengganggu.
"Gimana Akhi, sudah siap untuk meneruskan prosesnya?"
Pertanyaan sang murobbi menambah kegalauannya. Keringat dingin mulai menetes dari dahinya. Ia menunduk agak lama.
Sang akhi merenung sejenak, berinstropeksi. Sejurus kemudian ia mulai mengangkat kepala. Tersenyum. Baru sekarang ia tahu alasan mengapa dua akhwat yang terdahulu menolak dirinya: kriteria fisik!! Kriteria fisik, kedengarannya memang lucu. Tapi ternyata ia selalu menjadi begitu kontemporer. Selalu saja ada, di mana saja dan kapan saja.
"Gimana akhi, bisa dijawab sekarang?? "
Dengan sedikit berdehem, sang akhi menjawab,
"Afwan Ustad, setelah saya pikir-pikir, nampaknya saya "masih mau melanjutkan sekolah" saja ustad ... "
Lemes tubuh sang murrobbi. Namun ia pun tak bisa berbuat apa-apa. Dalam hati ia berkata: Dasar aktifis jaman sekarang, masih teguh mempertahankan kriteria fisik!

[CERITA 11] == Ta�aruf yang Unik ==
Seorang ikhwan yang kuliah di semester akhir berazzam untuk menyempurnakan separuh dien-nya. Sebagaimana biasa, beliau pun menghubungi ustadnya dan memulai proses dari awal sampai akhirnya tiba saatnya untuk taaruf, yaitu dipertemukan dengan calonnya. Tibalah hari dan jam yang telah ditentukan, dengan semangat seorang aktivis, beliau datang tepat waktu di sebuah tempat yang telah di janjikan ustad. Taaruf pun dimulai, sang akhi duduk di sebelah murobbi, sementara agak jauh di depannya sang akhwat ditemani murobbiyahnya dengan posisi duduk menyamping menjauhi sudut pandangan si ikhwan. Setelah sekian lama berlalu tak ada pembicaraan, sang murobbi berbisik pelan pada mad’unya yang malu-malu ini,
"Gimana akhi, sudah lihat akhwatnya belum, sudah mantap apa belum?"
"Sudah Ustad, saya mantap sekali ustad, akhwatnya yang sebelah kiri itu khan?"
Murobbinya kaget, wajahnya berubah agak kemerahan. " Eh..gimana antum! yang itu istri saya!"

[CERITA 12] == Belum Menikah ==
Memang susah jadi ikhwan bujangan, pasti banyak sindiran dan provokasi yang datang setiap saat untuk segera menyempurnakan separuh dien ini. Apalagi jika ia juga berprofesi sebagai seorang murobbi, maka setiap pertemuan mingguan pasti ada sindiran-sindiran kecil dari para mad’unya yang rata-rata juga belum menikah. Sebenarnya sang murobbi ini nggak enak dan takut juga kalau status bujangannya ini menghalangi anak buahnya untuk segera menikah.
Akhirnya pada suatu kesempatan mingguan, setelah sekian lama para mad’unya menanyakan masalah yang satu itu, sang murobbipun berpesan singkat di hadapan para ikhwah di hadapannya,
" Ikhwan sekalian, untuk masalah pernikahan.. jangan jadikan status ana sebagai penghalang kalian menikah, cukup jadikan saja saya sebagai contoh atau tauladan...! "
"Haaah...", Para ikhwan yang mendengar pun terbengong-bengong keheranan.

[CERITA 13] == Kriteria ==
Seorang Akhi ditanya sang Murobbi tentang kriteria seorang akhwat yang diinginkannya. Setelah beberapa saat berpikir, sang Akhi menjawab dengan malu-malu,
"Yang pertama Ustad, dia harus seorang yang cukup cantik."
"Astaghfirullah Akhi, bukannya Rasulullah menyuruh kita untuk mengutamakan agamanya dulu?", balas sang murobbi.
"Yang itu sih bukan masalah ustad?"
"Bukan masalah bagaimana akhi, ada hadist nya lho...", sang murobbi menambahkan.
"Khan yang namanya akhwat pasti berjilbab gede, berarti semuanya kita anggap sudah punya pemahaman agama yang cukup baik, sekarang tinggal kriteria selanjutnya yaitu yang cantik."

" Antum bisa aja cari alasan!", murobbi pun langsung lemes mendengar alasan sang Akhi.

[CERITA 14] == Tinggal Satu ==
Seorang Akhi muda yang baru lulus S-2 di luar negeri ditanya oleh ustadnya mengenai kriteria akhwat yang diinginkannya. Maka dengan segala idealisme sebagai seorang Ikhwan, mulailah ia mencari-cari kriteria dan menuliskan hampir lebih dari sepuluh kriteria, kemudian menyerahkan pada ustadnya tersebut. Kriterianya sangat bermacam-macam dan agak mengada-ada. Dari yang pertama dia harus seorang akhwat, cantik, pendidikan tinggi, Suku Sunda, berkacamata, lulus dengan cumlaude, hafal sekian juz. dan demikian seterusnya. Setelah diproses oleh sang ustad, akhirnya ia diberitahu bahwa tidak ada akhwat yang bisa sesuai dengan 10 syarat tesebut. Kemudian sang Ikhwan mengurangi kriterianya menjadi 9, setelah diproses sekian minggu ternyata hasilnya nihil. Kemudian sang ikhwan mengurangi satu lagi dari kriterianya menjadi 8. Dan setelah ditunggu sekian lama hasilnya tetap nihil karena terlau ideal kata ustadnya. Dan demikian seterusnya setiap kali gagal sang ikhwan mengurangi satu kriteria. Sampai setelah lewat lebih dari dua tahun sang Ikhwan akhirnya menemukan pasangan hidupnya.Tapi itupun setelah kriterianya tinggal satu! Kriteria apakah itu? ya apalagi kalo bukan dia harus akhwat!
[CERITA 15] == Penyebab Nggak Nikah-Nikah ==
Lagi-lagi seorang Ikhwah diinterogarsi oleh murobbinya tentang calon akhwat yang diinginkannya. Ikhwan yang satu ini tampaknya sudah kena blacklist sama murobbinya karena selalu menolak memberi kriteria ketika ditanya.
" Akhi, ini yang terakhir kalinya, kira-kira seperti apa akhwat yang antum inginkan menjadi pendamping antum dalam berdakwah?", tanya murobbi dengan nada pasrah.
"Sudah deh ustad, ane nggak banyak minta, yang asal-asalan aja", jawab sang ikhwan.
Sang Murobbi pun bengong dibuatnya, "Asal-asalan bagaimana maksud antum?
Antum kan punya hak untuk mengajukan kriteria."
"Maksud ane, asal sholihah, asal cantik, asal kaya, asal hafal Qur’an, asal pintar, dan asal-asalan yang lainnya."
"Pantes aja antum nggak nikah-nikah!", jawab Murobbi dengan penuh keheranan.
Seorang Akhi muda yang baru lulus S-2 di luar negeri ditanya oleh ustadnya mengenai kriteria akhwat yang diinginkannya. Maka dengan segala idealisme sebagai seorang Ikhwan, mulailah ia mencari-cari kriteria dan menuliskan hampir lebih dari sepuluh kriteria, kemudian menyerahkan pada ustadnya tersebut. Kriterianya sangat bermacam-macam dan agak mengada-ada. Dari yang pertama dia harus seorang akhwat, cantik, pendidikan tinggi, Suku Sunda, berkacamata, lulus dengan cumlaude, hafal sekian juz. dan demikian seterusnya. Setelah diproses oleh sang ustad, akhirnya ia diberitahu bahwa tidak ada akhwat yang bisa sesuai dengan 10 syarat tesebut. Kemudian sang Ikhwan mengurangi kriterianya menjadi 9, setelah diproses sekian minggu ternyata hasilnya nihil. Kemudian sang ikhwan mengurangi satu lagi dari kriterianya menjadi 8. Dan setelah ditunggu sekian lama hasilnya tetap nihil karena terlau ideal kata ustadnya. Dan demikian seterusnya setiap kali gagal sang ikhwan mengurangi satu kriteria. Sampai setelah lewat lebih dari dua tahun sang Ikhwan akhirnya menemukan pasangan hidupnya.Tapi itupun setelah kriterianya tinggal satu! Kriteria apakah itu? ya apalagi kalo bukan dia harus akhwat!

[CERITA 15] == Penyebab Nggak Nikah-Nikah ==
Lagi-lagi seorang Ikhwah diinterogarsi oleh murobbinya tentang calon akhwat yang diinginkannya. Ikhwan yang satu ini tampaknya sudah kena blacklist sama murobbinya karena selalu menolak memberi kriteria ketika ditanya.
" Akhi, ini yang terakhir kalinya, kira-kira seperti apa akhwat yang antum inginkan menjadi pendamping antum dalam berdakwah?", tanya murobbi dengan nada pasrah.
"Sudah deh ustad, ane nggak banyak minta, yang asal-asalan aja", jawab sang ikhwan.
Sang Murobbi pun bengong dibuatnya, "Asal-asalan bagaimana maksud antum?
Antum kan punya hak untuk mengajukan kriteria."
"Maksud ane, asal sholihah, asal cantik, asal kaya, asal hafal Qur’an, asal pintar, dan asal-asalan yang lainnya."

"Pantes aja antum nggak nikah-nikah!", jawab Murobbi dengan penuh keheranan.


[CERITA 16] == Amanah dan Aminah ==
Ini cerita lagi tentang seorang akhi dan berbagai permasalahannya. Ikhwan yang satu ini memang dikenal dalam kelompoknya sebagai seorang aktivis kelas berat di kampusnya. Namanya pun tercatat hampir di setiap struktur organisasi intra atau ekstra kampus yang kredibel baik yang umum maupun yang berbau dakwah. Dan mungkin juga karena kesibukannya tersebut beliau belum berani untuk menyempurnakan separuh diennya walaupun sudah beberapa kali di tawari oleh sang ustad. Dan suatu kali akhi kita ini datang terlambat dalam pertemuan rutin mingguannya di rumah ustad, suatu hal yang jarang terjadi karena sang akhi termasuk yang selalu "harisun ala waqtihi". Sang Ustadpun bertanya penuh selidik,
"Baru kali ini antum terlambat, ada masalah apa di kampus, atau di DPC mungkin?"
"Ah enggak ustad, afwan nih, biasa anak-anak LDK bikin dauroh rekrumen dan tadi habis Ashar ane diamanahi untuk ngisi, dan afwan juga ustad, nanti mungkin ane izin pulang lebih dulu, karena ada amanah juga ngisi anak-anak Remaja Masjid di dekat kost ane."
"Akhi, antum tahu nggak kelemahan antum selama ini...?"
"Enggak tahu Ustad".
"Antum ini terlalu punya banyak amanah tapi tidak satupun Aminah yang antum punya, jadinya ya seperti itu lah..."
Al Akh yang satu inipun tertunduk tersipu-sipu, sudah bujangan diledek lagi. Sementara para ikhwan yang lain yang semuanya sudah berkeluarga, tertawa ringan penuh kemenangan.
[CERITA 17] == Wasiat Tambahan Imam Al-Banna ==
Percepatan dan perluasan dakwah yang melanda Indonesia sejak 4 tahun terakhir ini menimbulkan banyak perubahan dan tuntutan-tuntutan bagi seorang da’i. Pekerjaan-pekerjaan dakwah yang kian beragam mulai menjangkau semua wilayah dakwah, dari mulai pendidikan, ekonomi sampai politik. Dan semua itu melahirkan konsekuensi bagi seorang da’i untuk mampu mengatur waktunya yang terasa kian sempit dipenuhi beban-beban dakwah. Ada kalanya seorang aktifis harus pergi pagi dan pulang sampai larut malam untuk sebuah kegiatan dakwah. Fenomena yang terjadi kemudian adalah banyaknya aktivis dakwah kita yang merubah atau mengganti jam tidurnya. Sebagian dari ikhwah kitapun terpaksa terbiasa tidur setelah sholat Subuh, sebelum memulai pekerjaan barunya. Dan ini bisa merupakan masalah besar ketika menjadi sebuah kebiasaan bagi seorang aktivis. Akhirnya dari kenyataan tersebut muncul sebuah anekdot yang pernah dilontarkan seorang ikhwan,
.
"Kalau saja Imam Hasan Al-Banna mengetahui keadaan ikhwah kita sekarang, mungkin beliau akan menambahkan sebuah wasiat lagi dalam sepuluh wasiatnya yang terdahulu, yaitu wasiat untuk tidak tidur lagi setelah sholat Shubuh!"
Ini cerita lagi tentang seorang akhi dan berbagai permasalahannya. Ikhwan yang satu ini memang dikenal dalam kelompoknya sebagai seorang aktivis kelas berat di kampusnya. Namanya pun tercatat hampir di setiap struktur organisasi intra atau ekstra kampus yang kredibel baik yang umum maupun yang berbau dakwah. Dan mungkin juga karena kesibukannya tersebut beliau belum berani untuk menyempurnakan separuh diennya walaupun sudah beberapa kali di tawari oleh sang ustad. Dan suatu kali akhi kita ini datang terlambat dalam pertemuan rutin mingguannya di rumah ustad, suatu hal yang jarang terjadi karena sang akhi termasuk yang selalu "harisun ala waqtihi". Sang Ustadpun bertanya penuh selidik,
"Baru kali ini antum terlambat, ada masalah apa di kampus, atau di DPC mungkin?"
"Ah enggak ustad, afwan nih, biasa anak-anak LDK bikin dauroh rekrumen dan tadi habis Ashar ane diamanahi untuk ngisi, dan afwan juga ustad, nanti mungkin ane izin pulang lebih dulu, karena ada amanah juga ngisi anak-anak Remaja Masjid di dekat kost ane."
"Akhi, antum tahu nggak kelemahan antum selama ini...?"
"Enggak tahu Ustad".
"Antum ini terlalu punya banyak amanah tapi tidak satupun Aminah yang antum punya, jadinya ya seperti itu lah..."
Al Akh yang satu inipun tertunduk tersipu-sipu, sudah bujangan diledek lagi. Sementara para ikhwan yang lain yang semuanya sudah berkeluarga, tertawa ringan penuh kemenangan.

[CERITA 17] == Wasiat Tambahan Imam Al-Banna ==
Percepatan dan perluasan dakwah yang melanda Indonesia sejak 4 tahun terakhir ini menimbulkan banyak perubahan dan tuntutan-tuntutan bagi seorang da’i. Pekerjaan-pekerjaan dakwah yang kian beragam mulai menjangkau semua wilayah dakwah, dari mulai pendidikan, ekonomi sampai politik. Dan semua itu melahirkan konsekuensi bagi seorang da’i untuk mampu mengatur waktunya yang terasa kian sempit dipenuhi beban-beban dakwah. Ada kalanya seorang aktifis harus pergi pagi dan pulang sampai larut malam untuk sebuah kegiatan dakwah. Fenomena yang terjadi kemudian adalah banyaknya aktivis dakwah kita yang merubah atau mengganti jam tidurnya. Sebagian dari ikhwah kitapun terpaksa terbiasa tidur setelah sholat Subuh, sebelum memulai pekerjaan barunya. Dan ini bisa merupakan masalah besar ketika menjadi sebuah kebiasaan bagi seorang aktivis. Akhirnya dari kenyataan tersebut muncul sebuah anekdot yang pernah dilontarkan seorang ikhwan,
.
"Kalau saja Imam Hasan Al-Banna mengetahui keadaan ikhwah kita sekarang, mungkin beliau akan menambahkan sebuah wasiat lagi dalam sepuluh wasiatnya yang terdahulu, yaitu wasiat untuk tidak tidur lagi setelah sholat Shubuh!"



[CERITA 18] == Fatwa Menikah ==
Suatu sore di akhir Ramadhan, beberapa orang ikhwah tampak sedang bercengkrama di teras masjid Nurul Ilmi, sambil menunggu waktu berbuka puasa. Mereka semua adalah para peserta I’tikaf Ramadhan yang datang dari tempat yang berbeda-beda. Dan mereka kini terlibat pembicaraan serius tentang kegiatan dakwah di jurusannya masing-masing. Beberapa saat kemudian datang seorang Ikhwah dengan tergesa-gesa, membawa suatu kabar.
"Assalamualaikum wr wb, Ikhwan semua, antum sudah dengar belum ada fatwa terbaru dari Dewan Syariah, baru keluar pagi tadi lho!"
Dengan serempak mereka menjawab,
"Waalaikum salam, fatwa terbaru tentang apa akhi?"
"Tentang Menikah!"
"Menikah? apa saja isi fatwa tersebut?"
"Isinya cuma satu pasal tapi penting, bahwa mulai sekarang seorang Ikhwan tidak boleh menikah dengan akhwat satu kampus."
Semua ikhwah yang mendengar terkejut, dan saling memberi komentar satu sama lain.
"Apa alasannya akhi, khan tidak melanggar syar’i?"
"Kok bisa begitu, lalu bagaimana sama yang sudah berproses, langsung dibatalkan ya?"
"Ane kira ini untuk kepentingan perluasan dakwah juga"
"Kalau ane sih milih sami’na wa a’thona saja"
Setelah beberapa saat terjadi tukar pendapat satu sama lain, akhirnya sang Akhi yang datang bawa kabar tersebut dengan mimik serius menjelaskan,
"Tenang Akhi... fatwa tersebut memang harus didukung dan ada dalilnya kok, bukankah Syariah Islam membatasi seorang Ikhwan untuk menikah hanya sampai dengan empat orang akhwat, maka bagaimana mungkin seorang ikhwah mau menikah dengan �akhwat satu kampus yang jumlahnya ratusan...!"
[CERITA 19] == Kartu Undangan Walimah ==
Pernikahan para aktivis dakwah memang selalu unik, banyak kisah dan ibroh yang kita dapatkan. Semuanya menjadi hal yang selalu diperbincangkan oleh masyarakat awam. Dari mulai hijab dan pemisahan tempat duduk para tamu undangan, nasyid yang disajikan, sampai disembunyikannya pengantin perempuan. Hal-hal seperti itu kadang membikin banyak pertanyaan besar di pandangan masyarakat awam, bahkan ada yang sampai menuduh sebagai Islam Jamaah, Islam fundamentalis, Aliran baru dan lain sebagainya. Sampai akhirnya ada juga Ikhwah yang kreatif dengan menuliskan pesan singkat di Kartu Undangan Walimah untuk mengantisipasi hal ini. Mungkin di Kartu Undangan Resepsi yang umum sering kita temui tulisan sebagai berikut:
"Dengan tidak mengurangi rasa hormat kami, alangkah baiknya jika tali asih atau cinderamata yang akan diberikan tidak dalam bentuk barang."
Maka di Kartu Undangan Walimah ala Ikhwan dibuat sedikit perubahan untuk antisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti berikut:
"Dengan tidak mengurangi rasa hormat kami, Resepsi Pernikahan ini akan dilaksanakan sesuai Adab Islam dengan pemisahan tempat duduk antara tamu pria dan wanita."
Suatu sore di akhir Ramadhan, beberapa orang ikhwah tampak sedang bercengkrama di teras masjid Nurul Ilmi, sambil menunggu waktu berbuka puasa. Mereka semua adalah para peserta I’tikaf Ramadhan yang datang dari tempat yang berbeda-beda. Dan mereka kini terlibat pembicaraan serius tentang kegiatan dakwah di jurusannya masing-masing. Beberapa saat kemudian datang seorang Ikhwah dengan tergesa-gesa, membawa suatu kabar.
"Assalamualaikum wr wb, Ikhwan semua, antum sudah dengar belum ada fatwa terbaru dari Dewan Syariah, baru keluar pagi tadi lho!"
Dengan serempak mereka menjawab,
"Waalaikum salam, fatwa terbaru tentang apa akhi?"
"Tentang Menikah!"
"Menikah? apa saja isi fatwa tersebut?"
"Isinya cuma satu pasal tapi penting, bahwa mulai sekarang seorang Ikhwan tidak boleh menikah dengan akhwat satu kampus."
Semua ikhwah yang mendengar terkejut, dan saling memberi komentar satu sama lain.
"Apa alasannya akhi, khan tidak melanggar syar’i?"

"Kok bisa begitu, lalu bagaimana sama yang sudah berproses, langsung dibatalkan ya?"
"Ane kira ini untuk kepentingan perluasan dakwah juga"
"Kalau ane sih milih sami’na wa a’thona saja"
Setelah beberapa saat terjadi tukar pendapat satu sama lain, akhirnya sang Akhi yang datang bawa kabar tersebut dengan mimik serius menjelaskan,
"Tenang Akhi... fatwa tersebut memang harus didukung dan ada dalilnya kok, bukankah Syariah Islam membatasi seorang Ikhwan untuk menikah hanya sampai dengan empat orang akhwat, maka bagaimana mungkin seorang ikhwah mau menikah dengan �akhwat satu kampus yang jumlahnya ratusan...!"

[CERITA 19] == Kartu Undangan Walimah ==
Pernikahan para aktivis dakwah memang selalu unik, banyak kisah dan ibroh yang kita dapatkan. Semuanya menjadi hal yang selalu diperbincangkan oleh masyarakat awam. Dari mulai hijab dan pemisahan tempat duduk para tamu undangan, nasyid yang disajikan, sampai disembunyikannya pengantin perempuan. Hal-hal seperti itu kadang membikin banyak pertanyaan besar di pandangan masyarakat awam, bahkan ada yang sampai menuduh sebagai Islam Jamaah, Islam fundamentalis, Aliran baru dan lain sebagainya. Sampai akhirnya ada juga Ikhwah yang kreatif dengan menuliskan pesan singkat di Kartu Undangan Walimah untuk mengantisipasi hal ini. Mungkin di Kartu Undangan Resepsi yang umum sering kita temui tulisan sebagai berikut:
"Dengan tidak mengurangi rasa hormat kami, alangkah baiknya jika tali asih atau cinderamata yang akan diberikan tidak dalam bentuk barang."
Maka di Kartu Undangan Walimah ala Ikhwan dibuat sedikit perubahan untuk antisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti berikut:
"Dengan tidak mengurangi rasa hormat kami, Resepsi Pernikahan ini akan dilaksanakan sesuai Adab Islam dengan pemisahan tempat duduk antara tamu pria dan wanita."



[CERITA 20] == Istri yang Cerdik ==
Seorang Akhi baru saja melangsungkan pernikahan dakwahnya dengan seorang akhwat yang sama-sama berjiwa aktivis pula. Minggu-minggu awal pun dilalui dengan penuh ceria, Qiyamul-lail berjamaah, baca Al-Ma’tsurat sama-sama, tabligh akbar bersama bahkan sampai demo dan longmarch pun dilakukan sama-sama. Suatu ketika setelah pulang dari suatu acara seminar bertemakan Poligami, pasangan ini terlibat dalam pembicaraan serius,
"Bagaimana Mi, pendapat Ummi tentang poligami secara umum?"
"Abi, secara umum poligami tidak ada nilai buruknya sebagaimana yang digemborkan banyak orang, bahkan itu merupakan solusi satu-satunya lho."
"solusi bagaimana maksud Ummi?"
"Maksudnya, coba deh abi lihat, berapa perbandingan jumlah ikhwan dan akhwat, di Bandung aja lebih dari 1:7, kalau semuanya dapat satu-satu, maka bagaimana nasib yang tiga lainnya?"
"Kalo Ummi sudah paham, bagaimana kalo kita yang memulai?"
"Maksud Abi bagaimana?"
"Abi mau poligami, tapi yang cariin calonnya ummi saja ya!"
"Apaaa..! abi mau poligami???"
"Ya dong, khan Ummi sendiri yang bilang tadi, ingat ini juga sunnah Nabi Muhammad SAW lho.."
"Wah! kalo begitu abi salah menafsirkan Siroh Nabawiyah, khan Rasul berpoligami setelah istri pertamanya Khadijah ra, meninggal.
Nah! Jadi abi boleh menikah poligami sampai empat pun boleh, asal setelah Ummi, istri pertama Abi ini, meninggal, OK ?"
"Ini pasti Murobbiyah ya yang ngajarin...?", balas sang abi.
Sang istri pun tersenyum manja penuh kemenangan.
Seorang Akhi baru saja melangsungkan pernikahan dakwahnya dengan seorang akhwat yang sama-sama berjiwa aktivis pula. Minggu-minggu awal pun dilalui dengan penuh ceria, Qiyamul-lail berjamaah, baca Al-Ma’tsurat sama-sama, tabligh akbar bersama bahkan sampai demo dan longmarch pun dilakukan sama-sama. Suatu ketika setelah pulang dari suatu acara seminar bertemakan Poligami, pasangan ini terlibat dalam pembicaraan serius,
"Bagaimana Mi, pendapat Ummi tentang poligami secara umum?"
"Abi, secara umum poligami tidak ada nilai buruknya sebagaimana yang digemborkan banyak orang, bahkan itu merupakan solusi satu-satunya lho."
"solusi bagaimana maksud Ummi?"
"Maksudnya, coba deh abi lihat, berapa perbandingan jumlah ikhwan dan akhwat, di Bandung aja lebih dari 1:7, kalau semuanya dapat satu-satu, maka bagaimana nasib yang tiga lainnya?"
"Kalo Ummi sudah paham, bagaimana kalo kita yang memulai?"
"Maksud Abi bagaimana?"
"Abi mau poligami, tapi yang cariin calonnya ummi saja ya!"
"Apaaa..! abi mau poligami???"

"Ya dong, khan Ummi sendiri yang bilang tadi, ingat ini juga sunnah Nabi Muhammad SAW lho.."
"Wah! kalo begitu abi salah menafsirkan Siroh Nabawiyah, khan Rasul berpoligami setelah istri pertamanya Khadijah ra, meninggal.
Nah! Jadi abi boleh menikah poligami sampai empat pun boleh, asal setelah Ummi, istri pertama Abi ini, meninggal, OK ?"

"Ini pasti Murobbiyah ya yang ngajarin...?", balas sang abi.

Sang istri pun tersenyum manja penuh kemenangan.

[CERITA 21] == Perbandingan Jumlah ==
Setiap kali tema Poligami dibicarakan, pasti dihubungkan dengan perbandingan jumlah kader ikhwan dan akhwat. Masalah keterpautan yang cukup jauh ini memang cenderung mengkhawatirkan banyak kalangan. Dan juga perbandingan di suatu daerah tidak sama dengan daerah yang lain. Di Bandung ada yang mengatakan 1:7, sumber lain menyebutkan angka 1:13, sementara di Solo, Malang dan kota-kota mahasiswa yang lainnya pun menyebutkan angka perbandingan yang hampir sama. Akan tetapi di daerah pinggiran ataupun luar jawa yang terjadi mungkin sebaliknya, jumlah ikhwan lebih banyak dari jumlah akhwatnya. Memang secara realita dapat kita lihat secara jelas ketika ada acara aksi-aksi demo dan lain sebagainya, bahwa jumlah peserta akhwat pasti cenderung lebih banyak, bahkan kadang mencolok. Tapi realita seperti ini kadang masih bisa dibantah. Salah seorang ikhwan kita mencoba menganalisa hal ini dengan lebih obyektif,
"Adalah suatu kekeliruan ketika kita melebih-lebihkan perbandingan jumlah kader ikhwan dan akhwat, hanya dengan melihat sekilas dalam suatu acara-acara demonstrasi dan sebagainya. Banyak perhitungan yang mengatakan jumlah akhwat jauh lebih banyak karena secara performance, sosok akhwat memang lebih mudah dihitung dan dideteksi dengan melihat Jilbab Panjangnya, dan deteksi ini tidak berlaku bagi kalangan ikhwan. Kalau kita menghitung jumlah ikhwan hanya dengan melihat baju kokonya, atau jenggot tipisnya, maka kita hanya akan mendapatkan jumlah yang sangat kecil. Performance seorang ikhwan tidak bisa dibatasi dengan baju koko dan jenggot saja. Berapa banyak sosok ikhwan yang kita kenal adalah orang-orang yang berpenampilan paling sporty, paling modis, funky dan ada juga yang berambut panjang. Kalau saja kita menggunakan hitungan dengan memperhatikan sisi yang lebih luas seperti ini, kemungkinan besar akan kita dapatkan perbandingan jumlah yang lebih seimbang antara ikhwan dan akhwat!!!"
Setiap kali tema Poligami dibicarakan, pasti dihubungkan dengan perbandingan jumlah kader ikhwan dan akhwat. Masalah keterpautan yang cukup jauh ini memang cenderung mengkhawatirkan banyak kalangan. Dan juga perbandingan di suatu daerah tidak sama dengan daerah yang lain. Di Bandung ada yang mengatakan 1:7, sumber lain menyebutkan angka 1:13, sementara di Solo, Malang dan kota-kota mahasiswa yang lainnya pun menyebutkan angka perbandingan yang hampir sama. Akan tetapi di daerah pinggiran ataupun luar jawa yang terjadi mungkin sebaliknya, jumlah ikhwan lebih banyak dari jumlah akhwatnya. Memang secara realita dapat kita lihat secara jelas ketika ada acara aksi-aksi demo dan lain sebagainya, bahwa jumlah peserta akhwat pasti cenderung lebih banyak, bahkan kadang mencolok. Tapi realita seperti ini kadang masih bisa dibantah. Salah seorang ikhwan kita mencoba menganalisa hal ini dengan lebih obyektif,
"Adalah suatu kekeliruan ketika kita melebih-lebihkan perbandingan jumlah kader ikhwan dan akhwat, hanya dengan melihat sekilas dalam suatu acara-acara demonstrasi dan sebagainya. Banyak perhitungan yang mengatakan jumlah akhwat jauh lebih banyak karena secara performance, sosok akhwat memang lebih mudah dihitung dan dideteksi dengan melihat Jilbab Panjangnya, dan deteksi ini tidak berlaku bagi kalangan ikhwan. Kalau kita menghitung jumlah ikhwan hanya dengan melihat baju kokonya, atau jenggot tipisnya, maka kita hanya akan mendapatkan jumlah yang sangat kecil. Performance seorang ikhwan tidak bisa dibatasi dengan baju koko dan jenggot saja. Berapa banyak sosok ikhwan yang kita kenal adalah orang-orang yang berpenampilan paling sporty, paling modis, funky dan ada juga yang berambut panjang. Kalau saja kita menggunakan hitungan dengan memperhatikan sisi yang lebih luas seperti ini, kemungkinan besar akan kita dapatkan perbandingan jumlah yang lebih seimbang antara ikhwan dan akhwat!!!"

sumber http://evans86.abatasa.com
09.11
No comments
Suatu ketika, dalam majelis koordinasi seorang akhwat berkata pada mas’ul dakwahnya, “akhi, ana ga bisa lagi berinteraksi dengan akhfulan”. Suara akhwat itu bergetar. Nyata sekali menekan perasaannya.”Pekan lalu, ikhwan tersebut membuat pengakuan yang membuat ana merasa risi dan….Afwan, terus terang juga tersinggung.”
Sesaat kemudian suara dibalik hijab itu mengatakan….ia jatuh cinta pada ana.”
mas’ul tersebut terkejut, tapi ditekannya getar suaranya. Ia berusaha tetap tenang. “Sabar ukhti, jangan terlalu diambil hati. Mungkin maksudnya tidak seperti yang anti bayangkan.” Sang mas’ul mencoba menenangkan terutama untuk dirinya sendiri.
Sesaat kemudian suara dibalik hijab itu mengatakan….ia jatuh cinta pada ana.”
mas’ul tersebut terkejut, tapi ditekannya getar suaranya. Ia berusaha tetap tenang. “Sabar ukhti, jangan terlalu diambil hati. Mungkin maksudnya tidak seperti yang anti bayangkan.” Sang mas’ul mencoba menenangkan terutama untuk dirinya sendiri.
Langganan:
Postingan (Atom)